Selasa, 16 Februari 2016

Surat Cinta untuk Moya [1]








Moya sayang,

Ada banyak hal-hal kecil yang membahagiakan, tentu kau tak lupa.

Aku ingat bagaimana kau tersenyum pada banyak hal kecil, atau tertawa dan sukar berhenti pada hal-hal receh. Matamu hilang.

Tidak ada yang selamanya, Moya. Ada hari di mana mungkin kau menangis lama di malam yang panjang, lalu jadi tidak berselera pada apa-apa. Tapi bisa saja besok ada makan enak dan obrolan remeh dengan kawan lama yang membuatmu tertawa.

Banyak bahagia lahir dari hal-hal kecil, Moya. Kau hanya perlu banyak-banyak bersyukur. Dan ingat, jangan terlalu banyak khawatir, sebab itu tidak membawamu ke mana-mana.

Jika hari-hari sulit itu datang, jangan berpikir terlalu jauh. Kerjakan hal-hal kecil yang kau suka. Ingat, hal-hal kecil saja, itu akan membuatmu lebih baik, paling tidak, sampai kantukmu datang. Dan kau bisa tidur, lupa sejenak.

Moya, banyak-banyak bahagia.

Alice sayang.

Senin, 08 Februari 2016

Aku Tunggu.

Di hari-hari yang engkau sibuk membelokkan pikiran, aku tahu kau tak punya cukup bekal untuk menempuh rute yang lain dari biasamu. Aku tidak lupa perihal kau menyenangi jalan-jalan, ke mana saja yang hatimu mau; tidak peduli pada jalan yang kau hafalkan atau lorong-lorong yang di ujungnya kau lantas bingung pilih kiri atau kanan. Hanya saja seperti perkiraanku, lagi-lagi kau nyasar.

Bukan kali pertama kau dibuat berputar oleh kelakuanmu sendiri. Jika kau gagal menemukan jalan keluar, kau berputar sekali lagi. Aku tahu kau pantang menyerah. 

Bagimu hidup ini jalan panjang, tentu saja bosan berkali-kali menyergapmu. Kamu pernah berkisah tentang manjat pagar, melewati dinding, melompat, hingga berlari di dalam kantung kanguru. *grin* waktu itu sekilas kau tersenyum, manis. Seringkali bahkan kau tertawa, aku mengenal tawa yang sama pada seseorang. Katamu, dia pernah begitu keras melekatkan ini di dadamu; bahwa ada yang lebih bersusah payah, tak pantas kamu (banyak) mengeluh. Lalu, kau kembali tertawa, kali ini oleh ingatan "life is to HA HA", aku paham, sebab tak sekali-dua kali kau bercerita padaku.

Kini kau sibuk, menempuh malam demi malam untuk mencari yang bukan saja perkara mimpi, sebab di sana kau tak menemukan apa-apa kecuali kebingungan-kebingungan yang mengekor dari tiap perjalanan yang kau selesaikan.

Kau kini tak banyak cerita, sebab ceritamu habis kau bagi dengan angin, aku mendengar sayup-sayup. Aku tahu udara pun tak dapat banyak, sebab sebelum itu semua bebas diterbangkan angin, kau memilih melepas banyak hal untuk kau ceritakan padanya; dia yang tidak cuma jadi pendengar, tapi yang mengajarimu kuat.

Sesekali waktu mengambil banyak hal, aku menemukanmu mencoba memeluk diri sendiri, tapi lenganmu tak cukup panjang untuk itu, pun tak cukup kuat untuk berlama-lama menyanggamu kalau-kalau ia sempat memelukmu; berat badanmu bertambah.

Seperti hari ini, hujan turun lagi, deras; kau belum juga sampai di rumah. Sepertinya kau belum berhasil menemukan jalan keluar, atau mungkin rute barumu terlalu panjang.

Semoga bajumu cukup tebal, sebab hujan sepertinya masih lama. Kau perlu bertahan di jalan, dengan dingin malam yang pasti sangat ketika cuaca begini.

Segera telepon seseorang untuk menjemputmu. Sembari menunggu kau bisa berbagi cerita dengan angin sekali lagi, atau membiarkannya mengalir di hujan yang jatuh.

Aku tunggu,
Jangan sampai tak pulang, sebab tidak ada yang lebih setia memupukku dengan kisah selain kau. Walau kini kau banyak lupa.



01:31, pohon yang hidup di hatimu.


Selasa, 02 Februari 2016

Surat Cinta untuk Albatros.

Aku mungkin telah mencintai kamu lebih dari diriku.



Tidak ada yang terlalu berat perihal mengerjakan sesuatu yang tentangmu. Puisiku yang lancar pun mengalir dari hujan-hujan yang jatuh ketika aku terbangun dan mencarimu. Iya, kamu tahu dengan jelas soal ini; bahwa ada waktu hampir di setiap malam aku terjaga. Mungkin mencari, mungkin juga perkara sudah terbiasa.

Aku beberapa kali bertanya dalam hati tentang kemungkinan kau bosan. Perihal pujian dan suaraku yang tak pernah lepas membututi harimu. Di suatu hari yang kau tak datang di mimpiku, aku tahu kau benar bosan. Lalu suaraku menggema, menyergap aku, tuannya sendiri.

Kuhabiskan banyak waktu untuk menemukanmu. Beberapa usahaku hampir berhasil sampai akhirnya aku menemukan diriku berkeliling sendirian: kita tak bertemu.

Ada yang bilang aku ini gila,
"apa kamu tak punya hal yang lebih penting untuk dikerjakan?", kujawab ada.
"lalu?"



aku tak menjawab.

Pernah kudengar; menyukai seseorang adalah perkara menemukan dirimu sendiri padanya. Aku tidak yakin menemukan diriku dalam dirinya, beberapa persamaan tak cukup kuat untuk kujadikan bukti. Tapi aku tak ragu perihal aku menemukan diriku sendiri, bukan di dalammu, tapi sebuah energi yang memantul dariku, ke kamu, lalu kembali padaku: itulah pertanyaan yang berulang-ulang tentang siapa aku, juga kamu, kenapa di mimpi itu kita sepasang?

HAHA~

Iya, aku cuma menebak, sebab tak ada yang begitu jelas selain biru sepasang. Entah kamu atau langit cerah, aku memandangmu dari sini: sebab memelukmu perlu waktu - aku atau kamu yang pulang - atau dua-duanya. saling.

Sudah dulu, lagi-lagi aku hilang. Lebih mampu menjelaskanmu daripada aku dan pikiranku.


yang selalu mencintaimu lebih,



(drunken) Alice.