Sabtu, 13 Desember 2014

Percakapan di Saku

Sudah yang ke berapa?
Masih tak kau temukan apa-apa?
OK, berangkat sekarang?

*hening*


:) tidurlah,
tak usah coba pergi.

Senin, 17 November 2014

Senin, 10 November 2014

Hey, Nona.

Saya bertemu dengannya di sebuah halte. Kami tidak saling kenal dan tak satu pun di antara kami mencoba membuka percakapan. Saya rasa perempuan itu tidak sedang berada di tempatnya duduk sekarang. Pandangannya jatuh pada sebuah pohon di seberang jalan, tapi saya rasa dia hilang di balik gedung-gedung di belakang pohon tadi. Entah hingga di mana.
Barangkali ini tentang me time, bahwa tiap-tiap orang butuh waktu bersama dengan tidak seorang pun kecuali diri mereka sendiri. Tiap orang perlu menjadi dirinya sendiri, menjadi yang paling dia mau. Lebih tepatnya tiap-tiap orang butuh berkenalan dengan diri mereka sendiri, yang berada jauh di dalam hati mereka.
Ada waktu di mana seseorang ingin berdua saja dengan jiwanya yang lain. Bercerita banyak hal. Bisa tentang hujan yang jatuh kemarin sore, tentang pria atau wanita menyebalkan, atau tentang rumah yang bikin rindu pulang.
Ah, itu bus nya sudah datang. Saya baru saja mengangkat pantat dari bangku merah itu ketika lelaki di samping perempuan tadi berkata "Gemini, ayo, hujan sudah reda". Mereka lalu beranjak, jalan kaki berdua, tidak ikut naik ke bus. Dari jendela bus, saya memandangi mereka lekat sambil tersenyum. "Nona itu gemini, adakah lelakinya seorang taurus seperti kekasihku?".

Minggu, 09 November 2014

Jumat, 07 November 2014

Kamis, 06 November 2014

Selamat Malam:*

Simpan air matamu di toples, nona.
Hatimu letakkan di sana
lalu pergi tidur
tak usah khawatir
hatimu biji
imbibisi semalaman membantunya tumbuh esok hari
kelak berbunga
lalu berbuah
lalu dimakan
habis.

Jika bersisa,
tinggal tunggu
biji tumbuh, lagi dan lagi
entah hujan entah air mata
yang merendamnya semalaman.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Kamis, 09 Oktober 2014

Kepada Yang Juga Hilang

Barangkali kita ini dua semesta
Yang terjebak masing-masing
Lalu jalan pulang ternyata dekat
Satu, yang disembunyikan maha besar ego.

Senin, 08 September 2014

Tentang mata

Bukankah itu mata yang sama?
Sepasang mata yang juga kau miliki.
Lalu di dalamnya apa?
Barangkali kita masih menyimpan yang sama
Di mata masing-masing.
Kelak, kita ceritakan
atau bahkan bertukar.

Kamis, 04 September 2014

Rabu, 03 September 2014

Gengsimu adalah rantau
Enggan pulang tanpa juta
Mungkin lupa
Rumput di halaman kian tinggi
Pohon yang kian tua dahannya kesana kemari
Kelak, kampung halaman adalah rindu di selasar rumahmu
basah oleh hujan
Lapuk dimakan usia
Di sana rindu yang sama menyambutmu

Rabu, 27 Agustus 2014

Tanya

Pagi ini mencium wangi yang sama dengan baumu. Saya rindu.
Di hari yang kesekian, saya tidak lagi menemukan tanyamu di layar kecil yang kini sedang kupegang. Ah, ya, kecuali pertanyaan-pertanyaan dari rasa penasaranmu yang tidak pernah selesai, saya sengaja mencari tahu seperti biasaku.
Apa kamu masih yang sama?
Oh ya, waktu tidak akan mengubahmu secepat itu. Barangkali saya yang sedari dulu merasa cukup mengenalmu, padahal tidak.
Pagi ini banyak tanda tanya, L.
Semoga jalanmu tak begitu. Tak hanya bertemu tanda tanya, tapi diberi tanda-tanda.
Amin.

Senin, 25 Agustus 2014

Kepada barat,
Tolong kabarkan; dia akan pulang.
Saya hendak ke utara, sebentar saja. Kubawakan kotak untuk kepulangannya. Bahwa di sana sesuatu utuh kusimpan.

Aku melihat senja tak mau pulang
Ketika itu matamu berbicara entah apa
Mungkin sesuatu yang baru kamu sebut siang tadi
Kini aku sampai pada matahari yang keras kepala, yang memandangku tajam
Barangkali sejak lama aku mencarimu di sana;
Lelaki yang jalannya santai.

Sabtu, 23 Agustus 2014

Lagi.

Mataku tak mau juga terpejam.
Sekarang pukul 02:32. Teman-teman mulai sibuk memasuki mimpinya setelah sejam lebih kami tertawa menghibur diri yang seharian sibuk bekerja.
Kami sedang di hotel. Ada perayaan kantor, nanti. Harusnya semua sudah tidur, tapi tidak. Kamu ribut di kepala sepagi ini. Malam masih mau larut, tapi suaramu bising seperti macet sepulang kantor.
A, aku takut memejam. Di gelap kamu nampak bayang bayang. Rindu yang tak bisa kupeluk.
Kemarin pagi, aku melihatmu menangis. Aku takut kamu sedih. Lalu ketika kucoba mengecek mimpi, di sana sedang ada perempuan mencoba membuatmu tertawa.
Aku pulang.

Kamis, 21 Agustus 2014

Kelak

Hidup tidak selalu seperti yang kita mau. Lalu saya teringat kamu; semua ada waktunya.
Kelak akan ada manis.
Kelak akan ada manis.
Saya percaya ini.
Entah bagaimana Tuhan bekerja, terkadang kamu tak perlu tahu. Lihat apa yang akan dibawa waktu. Selamat menunggu. Bersiaplah!

Selasa, 19 Agustus 2014

Selamat jalan. Hati-hati di perjalanan. Kalau di sana susah. Pulanglah. Aku rumah yang tak pernah pindah.

Jumat, 25 Juli 2014

sekiranya kamu adalah yang berkawan dengan kematian,
aku pasti adalah yang lebih dulu menangisi pusaramu

"hatimu cuma terlalu keras, tuan."


Selasa, 22 Juli 2014

Kepada Tuan yang Mencintai Gelap



Puisiku mendadak hilang
Adakah ia berjalan di sunyi mencarimu?
Atau malam yang lupa memulangkannya?
Tuan, jika bertemu..
beritahukan; ia tak perlu pulang
Tempatmu adalah aman
Siang tak perlu puisi



Makassar, 20 Juli 2014

Jumat, 16 Mei 2014

aku sedang menghadiahi mataku dengan puisi
ketika diam-diam dingin ruangan menjalari paru-paruku dengan kamu
bersama bunyi-bunyi di kepala kamu sukses diselundupkan
dengan rupa kemacetan yang menahan mobilmu di belakang pengendara-pengendara motor
hendak ke mana kamu?
bukankah pertemuan yang kita rencanakan baru nanti?


oh ya, aku sudah lapar :|

untuk kamu baca kelak

Saya Alice, perempuan yang satu waktu menceritakan mimpinya padamu. Lalu kamu enggan percaya. "kebetulan", katamu. Seperti ingin kutarik kembali kalimat-kalimatku yang telah sampai padamu. Tapi mana mungkin. Yang pasti ketika itu (hanya): tak ada orang yang suka mendengar terlampau banyak tentang mimpi, pikirku. 

Apakah terlalu gila untuk mempercayai mimpi-mimpi? Dari sekian banyak mimpi telah kutemui cukup banyak yang jadi nyata setelahnya, meskipun memang ada beberapa mimpi yang kupercaya sebagai satu cerita namun belum juga sampai pada yang bernama kesimpulan.

Di usia yang seingatku belum menginjak dewasa, saya melihat ada pesta. Orang-orang berpasangan. Lalu ada sepasang yang jadi perhatian, entah siapa mereka. Itu perjamuan yang wangi. Benar-benar wangi. Mungkin kala itu ada yang sedang memakai parfum di dekatku, ketika aku tidur.

Setelahnya, beberapa tahun kemudian, ada sepasang anak kecil. Mereka bermain di bawah pohon rindang. Lalu ada kamu, dan aku. Bajumu biru, tuan. Sepadan dengan yang kukenakan. Kita sepasang. Begitu, seperti mimpi-mimpiku; tentang sepasang-sepasang yang lain :)

Kamu akan sekali lagi menertawaiku ketika membaca ini. Ya, aku masih saja percaya bahwa mimpi adalah sebagian tanda-tanda, yang akan membawa pada kesimpulan-kesimpulan; termasuk siapa sepasang itu, mungkin.





Sabtu, 22 Maret 2014

Kamis, 30 Januari 2014

Kamis Tak Perlu Buru-Buru

Akhirnya Kamis datang dengan wajah pucat
Rabu mengajaknya begadang semalam
Diceritakan padanya tentang angin,
tentang apa yang dibawa angin,
lalu tentang perempuan masuk angin,
Mereka tertawa

Di dini hari, Rabu lalu hilang
Kamis terpaksa pulang sendiri
Ditemani hujan, akhirnya ia tiba
Pada pagi yang berkisah
tentang Rabu yang tak pulang

Rabu dan ingatan
tentang angin,
tentang apa yang dibawa angin,
tentang perempuan masuk angin,
pun tentang tawa yang akhirnya selesai
Sungguh, Kamis tak ingin buru-buru.

Rabu, 01 Januari 2014

Kepada Yang Tak Turut Merayakan Pergantian Tahun


Kuingat malam merangkak
Padahal di jantung buncah,
Riuh seperti kembang api yang ditembak ke langit

Pikiranku berisik,
Lalu di dada, diam-diam terkirim doa
Semoga ketenangan menyentuh hatimu
Menginap di sana, meski mimpi selesai.